BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kompensasi dan Kepuasan kerja
1.
Kompensasi
Hasibuan
(2007:117) mendefinisikan kompensasi sebagai semua pendapatan yang berbentuk
uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima pegawai sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Kompensasi merupakan istilah luas
yang berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial (financial reward) yang
diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah
organisasi. Pada umumnya, bentuk kompensasi adalah finansial karena pengeluaran
moneter yang dilakukan oleh organisasi. Kompensasi bisa langsung, dimana uang
langsung diberikan kepada pegawai, ataupun tidak langsung dimana pegawai
menerima kompensasi dalam bentuk- bentuk non moneter. Terminologi- terminologi
dalam kompensasi adalah sebagai berikut (Simamora, 2001: 124):
a. Upah dan gaji,
upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam (semakin alam jam kerjanya
semakin besar bayarannya). Upah merupakan basis bayaran yang kerap digunakan
bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan. Gaji umumnya berlaku untuk
tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan.
b. Insentif,
adalah tambahan-tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang
diberikan oleh organisasi atau perusahaan. Program-program insentif disesuaikan
dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas, penjualan,
keuntungan- keuntungan, atau upayaupaya pemangkasan biaya. Tujuan utama program
insentif adalah mendorong produktivitas pegawai dan efektivitas biaya.
c. Tunjangan,
yaitu berupa asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung instansi,
program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berhubungan dengan hubungan
kepegawaian adalah contoh dari program tunjangan.
d. Fasilitas,
yaitu dapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi
eksekutif eksekutif yang dibayar mahal.Contoh fasilitas adalah kenikmatan
seperti mobil instansi, akses
ke instansi yang mudah dan lainnya.
2.
Kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan hal
yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang
berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner & Kinicki (2005),
bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap
berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan
kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat relatif puas
dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau
beberapa aspek lainnya. Blum (As’ad, 2000) mengatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa
sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, karakteristik individual, serta
hubungan kelompok di luar pekerjaan itu sendiri. Handoko (2001)
mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai respon emosional menunjukkan perasaan yang
menyenangkan berkaitan dengan pandangan karyawan terhadap pekerjaannya.
Tiffin mengemukakan bahwa
kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu
sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama pimpinan dan sesama
karyawan. Locke dan Luthans berpendapat bahwa kepuasan kerja
adalah perasaan pekerja atau karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya,
yaitu merasa senang atau tidak senang, sebagai hasil penilaian individu yang
bersangkutan terhadap pekerjaannya.
Herzberg di dalam teorinya Two
Factors Theory mengatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja
merupakan dua hal yang berbeda serta kepuasan dan ketidakpuasan terhadap
pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Berdasarkan
penelitian yang ia lakukan, Herzberg membagi situasi yang
mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu
kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers. Kelompok satisfiers
atau motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai
sumber kepuasan kerja yang terdiri dari achievement, recognition, work it
self, responsibility and advancement.
Herzberg mengatakan bahwa
hadirnya faktor ini dapat menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor
ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan kelompok dissatisfiers
ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri
dari company policy and administration, supervision technical, salary,
interpersonal relations, working conditions, job security dan status.
Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan
ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber
kepuasan kerja.
Menurut Wexley
dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang
lazim dikenal yaitu:
1.
Teori Perbandingan
Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan
atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari
perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap
berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi
harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau
kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari
pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila
perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang
diperoleh dari pekerjaan besar.
2.
Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang
akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan
atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi
diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang
sekelas, sekantor, maupun ditempat lain.
3.
Teori Dua – Faktor (Two Factor
Theory)
Prinsip
dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal
yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan
yang lain dinamakan satisfier atau motivators.
B. Faktor Yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja akan dapat diketahui dengan melihat beberapa hal yang dapat
menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja yaitu:
1.
Faktor Psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan
yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan
keterampilan.
2.
Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
baik sesama karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda jenis
pekerjaannya.
3.
Faktor Fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan,
suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan
sebagainya.
4.
Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan yang meliputi sistim dan besarnya gaji, jaminan sosial,
macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
C. Dampak Kepuasan
dan Ketidakpuasan Kerja
1.
Produktifitas atau kinerja
(Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan
produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya
jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran
ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan
unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran
intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan
dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad
(2004, p. 113).
2.
Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa
ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara
kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan
demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad
(2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan,
lebih besar
kemungkinannya
berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996)
ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam
berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat
mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian
dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
Empat
cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan :
1. Keluar (Exit) Ketidakpuasan kerja yang
diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice) Ketidakpuasan kerja
yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi
termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect) Kepuasan kerja yang
diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk
misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang
dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty) Ketidakpuasan kerja
yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih
baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa
organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki
kondisi.
5. Kesehatan
Meskipun
jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya
masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi
fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari
kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan
dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu
mempunyai akibat yang negative.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar